Kamis, 26 Mei 2016

MAKALAH HIJRAH DALAM AL-QUR’AN



MAKALAH

HIJRAH DALAM AL-QUR’AN

Diajakun Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Tafsir I





Oleh                 : Basrul syaiful Amirullah
NPM                : 15250002P
Program Studi : Pendidikan Agama Islam




Fakultas Agama Islam
Universitas Muhammadiyah Metro
2015




KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena rahmat dan hidayah_Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Tidak lupa sholawat serta salam penulis sampaikan kepada nabi Muhammad Sholallohu Alaihi Wassalam, beserta keluarga dan para sahabat. Penulis menyelesaikan makalah ini untuk memenuhi tugas mata kuliah Tafsir I. Dalam tugas ini, penulis mengangkat masalah Hijrah Dalam Al-Quran.
Disini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1.      Dosen pembimbing mata kuliah pengantar pendidikan
2.      Kedua orang tua penulis
3.      Teman-teman dan semua pihak yang telah membantu sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini.
Harapan penulis, semoga makalah ini dapat berguna bagi semua pihak. Penulis juga menyadari makalah ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran agar dapat memperbaikinya.




Metro,       Oktober 20015


Penulis
 




BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Sejarah demi sejarah telah kita lalui, banyak kisah yang telah terlewatkan, namun sedikit di antara kita yang menyadari, bahkan kadangkala tidak mengerti akan esensi yang terkandung dalam sejarah yang pernah dilalui, padahal Allah tidak menjadikan suatu peristiwa dengan sia-sia, namun ada dibalik itu ibrah (pelajaran) yang patut diambil dan diingat untuk dijadikan barometer terhadap kehidupan yang akan dijelang.

Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. Al Quran itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman. (Q.S Yusuf : 111)
Banyak sejarah dan peristiwa yang telah digoreskan oleh nabi Muhammad Sholallohu ‘Alaihi Wassalam sang panglima para nabi, penyeru kebaikan, pendobrak kebatilan dan pembawa rahmat ke segala penjuru alam- sejak nabi Sholallohu ‘Alaihi Wassalam dilahirkan dari rahim ibunya hingga selesai menunaikan tugasnya sebagai utusan Allah dengan hasil terbentuknya komunitas yang beriman kepada Allah, bebas dari kemusyrikan, kekufuran dan kemunafikan, komunitas yang selalu memberikan dan memelihara keamanan, kesejahteraan dan ketenteraman, baik sesama muslim ataupun terhadap non-muslim yang hidup di sekitar mereka.
Di antara goresan sejarah yang sangat monumental dalam perjalanan hidup Rasulullah saw adalah peristiwa hijrah Rasulullah saw dan sahabatnya dari kota Mekkah ke kota Madinah. Dalam peristiwa tersebut tampak sosok manusia yang begitu kokoh dalam memegang prinsip yang diyakini, tegar dalam mempertahankan aqidah, dan gigih dalam memperjuangkan kebenaran. Sehingga sejarah pun dengan bangga menorehkan tinta emasnya untuk mengenang sejarah tersebut agar dapat dijadikan tolok ukur dalam pembangunan masyarakat madani dan rabbani, tegak di atas kebaikan, tegas terhadap kekufuran dan lemah lembut terhadap sesama muslim.

B. Rumusan Masalah
Bagaimana pandangan  hijrah dalam Al-Quran?

C. Tujuan Pembahasan
Untuk mengetahui bagaimana pandangan hijrah dalam Al-Quran.














BAB II
PEMBAHASAN

A.  Hijrah Dalam Al-Quran

1.      Pengertian Hijrah
Hijrah adalah menghindari atau menjauhi diri dari sesuatu, baik dengan raga, lisan dan hati. Hijrah dengan raga berarti pindah dari suatu tempat menuju tempat lain. hijrah dengan lisan berarti menjauhi perkataan kotor dan keji. Hijrah dengan hati berarti menjauhi sesuatu tanpa menampakkan perbuatan, Dan bisa juga berarti dengan semuanya.
Adapun makna hijrah itu sendiri seperti yang terkandung dalam ayat-ayat Al-Qur’an adalah sebagai berikut:
1.      Hijrah hati berarti mencela sesuatu yang benar karena takabur, seperti firman Allah. “Dengan menyombongkan diri terhadap Al-Qur’an itu dan mengucapkan perkataan-perkataan keji” (Q.S Al-Mu’minun: 67)
2.      Hijrah berarti pindah dari suatu tempat ke tempat yang lain guna mencari keselamatan diri dan mempertahankan aqidah. Seperti firman Allah, “Barangsiapa yang berhijrah di jalan Allah niscaya mereka mendapati di muka bumi ini tempat hijrah yang luas dan rezki yang banyak”. (Q.S An-Nisa: 100)
3.      Hijrah berarti pisah ranjang antara suami dan istri, seperti firman Allah, “Dan pisahkanlah mereka dari tempat tidur mereka” (Q.S An-Nisa: 34)
4.      Hijrah berarti mengisolir diri, seperti ucapan ayahnya Nabi Ibrahim kepada beliau, “Dan tinggalkanlah aku dalam waktu yang lama”. (Q.S Maryam: 46)
2.      Hakikat Hijrah
Dari makna hijrah diatas dan melihat perjalanan dakwah Rasulullah Sholallohu ‘Alaihi Wassalam seperti yang terekam dalam ayat-ayat Al-Qur’an Al-Karim, dapat disimpulkan bahwa hakikat hijrah terbagi pada dua bagian:
a.       Mensucikan diri
Hijrah dalam arti menjauhi kemaksiatan dan menyembah berhala, seperti dalam firman Allah, “Dan perbuatan dosa, maka jauhilah” (Q.S Muddatstsir: 5) dan firman-Nya, “Dan bersabarlah terhadap apa yang mereka ucapkan dan jauhilah mereka dengan cara yang baik” (Q.S Muzammil: 10) Kedua ayat di atas turun di masa Rasulullah saw memulai dakwah, pada saat itu nabi saw diperintahkan oleh Allah untuk menjauhi diri dari perbuatan keji dan mungkar dan dari mengikuti perbuatan syirik dan dosa seperti yang dilakukan oleh orang musyrik di kota Mekkah saat itu. Sehingga dengan hijrah hati, perkataan dan perbuatan menjadi bersih dari segala maksiat, dosa dan syirik.
Di samping itu Allah juga memerintahkan kepada Beliau untuk bersabar terhadap cacian, cercaan, makian, siksaan, intimidasi dan segala bentuk penolakan yang bersifat halus dan kasar, dan berusaha untuk menghindar dari mereka dengan cara yang baik. Cara ini pula yang diterapkan oleh Rasulullah dalam berdakwah kepada para sahabatnya hingga pada akhirnya beliau berhasil mencetak generasi yang berjiwa bersih, berhati suci, bahkan membentuk generasi yang ideal, bersih dari kemusyrikan, kekufuran dan kemunafikan, kokoh dan tangguh, dan memiliki ikatan ukhuwah islamiyah yang erat. Padahal sebelumnya mereka tidak mengenal Islam bahkan takut terhadapnya, namun setelah mengenal Islam dan hijrah ke dalamnya, justru menjadi pionir bagi tegaknya ajaran Islam. Kisah sang khalifah Umar bin Khathab ra, menarik untuk kita simak; beliau di masa awal dakwah sebelum memeluk Islam dikenal dengan julukan “penghulu para pelaku kejahatan”, namun setelah hijrah beliau menjadi pemimpin umat yang disegani, tawadhu dan suka menolong orang miskin, beliau menjadi tonggak bagi tegaknya ajaran Islam.
Begitupun dengan kisah Khalid bin Walid, Abu Sofyan dan sahabat yang lainnya, menjadi bukti kongkret akan perjalanan hijrah mereka dari kegelapan, kekufuran dan kemaksiatan menuju cahaya Allah. Karena itu pula Rasulullah saw pernah bersabda, “Sebaik-baik kalian di masa Jahiliyah, sebaik-baik kalian di masa Islam, jika mereka mau memahami”.
Hijrah secara umum artinya meninggalkan segala macam bentuk kemaksiatan dan kemungkaran, baik dalam perasaan (hati), perkataan dan perbuatan. Hijrah ini juga merupakan sunnah para nabi sebelum Rasulullah Sholallohu ‘Alaihi Wassalam diutus, dimana Allah memerintahkan para utusannya untuk melakukan perbaikan diri terlebih dahulu, seperti nabi Ibrahim, di saat beliau mencari kebenaran hakiki dan menemukannya, beliau berkata kepada kaumnya, “Sesungguhnya saya akan pergi menuju Tuhan saya, karena Dialah yang akan memberi hidayah kepada saya”. Begitu pula dengan kisah nabi Luth saat beliau menyerukan iman kepada kaumnya, walaupun kaumnya mendustakannya, dan bahkan mengecam dan mengancam akan membunuhnya, namun beliau tetap dalam pendiriannya dan berkata, “Sesungguhnya saya telah berhijrah menuju Tuhan saya, sesungguhnya Dialah yang Maha Perkasa dan Bijaksana”. (Q.S Al-Ankabut: 26)
Hijrah ini sangatlah berat, karena di samping harus memiliki kesabaran, juga dituntut memiliki ketahanan ideologi dan keyakinan agar tidak mudah terbujuk rayuan dan godaan dari kenikmatan dunia yang fana, dan memiliki ketangguhan diri dan tidak mudah lentur saat mendapatkan cobaan dan siksaan yang setiap saat menghadangnya, berusaha membedakan diri walaupun mereka hidup di tengah-tengah mereka, karena ciri khas seorang muslim sejati “yakhtalitun walaakin yatamayyazun” (bercampur baur namun memiliki ciri khas tersendiri/tidak terkontaminasi).
Adapun urgensi dari hijrah ini sangatlah besar, dimana suatu komunitas tidak akan menjadi baik kalau setiap individu yang ada dalam komunitas tersebut telah rusak, namun sebaliknya, baiknya suatu komunitas bergantung kepada individu itu sendiri. Karena dalam rangka membentuk komunitas yang bersih, taat kepada Allah dan syariat-syariat-Nya- pengkondisian sisi internal melalui pembersihan jiwa dan raga dari segala kotoran, baik hissi (bathin) dan zhahiri (tampak) merupakan hal yang sangat mendasar sekali sebelum melakukan perbaikan terhadap sisi luar.
Demikianlah hendaknya yang harus kita pahami akan makna dan hakikat hijrah, dimana krisis multidimensi sudah begitu menggejala dalam tubuh umat Islam, dan diperparah dengan terkikisnya norma-norma Islam dalam tubuh mereka, perlu adanya pembenahan diri sedini mungkin, diawali dari diri sendiri, lalu setelah itu anggota keluarga, lingkungan sekitar dan masyarakat luas.

b.      Pindah Dari Suatu Tempat Ke Tempat Yang Lain
Dalam ayat-ayat yang berkenaan tentang hijrah banyak kita temukan bahwa mayoritas dari pengertian hijrah adalah pindah dari suatu tempat ke tempat yang lainnya, ataupun secara spesifik berarti pindah dari suatu tempat yang tidak memberikan jaminan akan perkembangan dan keberlangsungan dakwah Islam serta menjalankan syari’at Islam ke tempat yang memberikan keamanan, ketenangan dan kenyamanan dalam menjalankan syariat Islam tersebut.
Namun hijrah dalam artian pindah tempat tidak akan berjalan dan terealisir jika hijrah dalam artian yang pertama belum terwujud. Karena bagaimana mungkin seseorang atau kelompok sudi melakukan hijrah (pindah) dengan menempuh perjalanan yang sangat jauh, meninggalkan keluarga, harta dan tempat tinggal ke tempat yang sama sekali belum dikenal, tidak ada sanak famili dan harta menjanjikan di sana kecuali dengan keimanan yang mantap dan keyakinan yang matang terhadap Allah.
Dengan berhasilnya hijrah yang pertama secara otomatis mereka pun siap melakukan hijrah yang kedua, yang mana tujuannya adalah mempertahankan akidah walaupun taruhannya adalah nyawa. Siap meninggalkan segala apa yang mereka miliki dan cintai, siap berpisah dengan keluarga dan sanak famili, bahkan siap meninggalkan tanah kelahiran mereka.
Salah satu contoh kongkret yang dapat dijadikan ibrah adalah hijrahnya Suhaib bin Sinan Ar-Rumi, seorang pemuda yang pada awalnya terkenal dengan lelaki yang ganteng dan rupawan, kaya raya, namun karena akidah yang sudah melekat di hatinya, beliau rela meninggalkan itu semua, karena orang kafir melarang beliau berhijrah jika hartanya ikut dibawa, akhirnya dengan berbekal seadanya beliau pun pergi melaksanakan hijrah, dan ketika Rasulullah saw mendengar kabar tersebut, beliau pun bersabda sambil memuji apa yang dilakukan Suhaib, “beruntunglah Suhaib, beruntunglah Suhaib!!”. Oleh karena beratnya perjalanan hijrah Allah memposisikannya sebagai jihad yang besar dan mensejajarkannya dengan iman yang kokoh. Kita bisa lihat dalam ayat-ayat Al-Qur’an, Allah menyebutkan kedudukan hijrah ini dan ganjaran bagi mereka yang melakukan hijrah.

3.      Kedudukan Hijrah
Hijrah merupakan simbol akan iman yang hakiki (manifsetasi iman sejati), bahwa seorang yang berhijrah berarti telah mengikrarkan diri dengan beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, sedangkan aplikasi dari keimanan tersebut adalah siap dan rela meninggalkan segala sesuatu yang akan terjadi seperti hijrah demi mempertahankan akidah yang diyakini. Karena hakikat iman itu sendiri adalah pengakuan melalui lisan, dibenarkan dalam hati dan diaplikasikan dalam perbuatan, sedangkan hijrah di sini merupakan salah satu dari wacana tersebut.
Hijrah merupakan ujian dan cobaan, karena setiap orang yang hidup pasti akan mendapatkan suatu cobaan, terutama bagi orang yang beriman, sebesar apa keimanan seseorang maka sebesar itu pula cobaan, ujian dan fitnah yang akan dihadapi. Meninggalkan harta, keluarga, sanak famili dan tanah air merupakan cobaan yang sangat berat, apalagi tempat yang dituju masih mengambang, sangat tidak bisa dibayangkan akan kerasnya ujian dan cobaan yang dihadapi saat manusia sudah mengikrarkan diri sebagai hamba Allah. Hijrah sama derajatnya dengan jihad, karena hijrah merupakan salah satu cara mempertahankan akidah dan kehormatan diri maka Allah SWT mensejajarkannya dengan jihad dijalan-Nya yang tentunya ganjarannya pun akan sama dengan jihad.

4.      Ganjaran Orang yang Berhijrah
Adapun ganjaran bagi orang yang melakukan hijrah karena Allah, maka bagi mereka ganjaran yang berlimpah dan tempat serta derajat yang tinggi di sisi Allah, hal ini bisa kita lihat dalam firman Allah yang berkenaan tentang ganjaran bagi orang berhijrah sebagai berikut:
·         Rezki yang berlimpah di dunia (Q.S An-Nisa: 100) (Q.S Al-Anfal: 79)
·         Kesalahan dihapus dan dosa diampuni (Q.S Ali Imran: 195)
·         Derajatnya ditinggikan oleh Allah (Q.S At-Taubah: 20)
·         Kemenangan yang besar (Q.S At-Taubah: 20, 100)
·         Tempat kembalinya adalah surga (Q.S At-Taubah: 20-22)
·         Mendapatkan ridha dari Allah (Q.S At-Taubah: 100)
Kalau kita lihat dari kenikmatan yang diberikan oleh Allah SWT kepada mereka yang mau mengorbankan diri dalam mempertahankan keimanan, mungkin tidak sebanding, karena begitu banyaknya kenikmatan yang diberikan, kenikmatan di dunia berupa rezki yang berlimpah, kelapangan tempat tinggal, dan kenikmatan akhirat, dosa-dosa diampuni, derajat yang tinggi di sisi Allah, dan mendapatkan kemenangan yang besar serta surga yang luasnya seluas antara langit dan bumi sebagai tempat kembali yang kekal, namun yang lebih utama dari semua janji tersebut adalah mendapatkan ridha dari Allah, sehingga dengan ridha Allah dimana dan ke manapun orang yang diridhai itu berada dan pergi maka Allah akan selalu berada di sisinya, kehidupannya akan terjamin, dan yang lebih utama mendapat kenikmatan yang besar yaitu dapat melihat Allah di akhirat kelak.
BAB II
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Dari penjelasan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa hijrah dalam Al-Qura’an adalah :
1.      Hijrah hati berarti mencela sesuatu yang benar karena takabur
2.      Hijrah berarti pindah dari suatu tempat ke tempat yang lain guna mencari keselamatan diri dan mempertahankan aqidah.
3.      Hijrah berarti pisah ranjang antara suami dan istri
4.      Hijrah berarti mengisolir diri.

B.     Saran
Barangsiapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka mendapati di muka bumi ini tempat hijrah yang Luas dan rezki yang banyak. Barangsiapa keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian kematian menimpanya (sebelum sampai ke tempat yang dituju), Maka sungguh telah tetap pahalanya di sisi Allah. dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Q.S Anissa : 100)













DAFTAR PUSTAKA
Terjemah Singkat Tafsir Ibnu Katsier alih bahasa H. Salim Bahresy dan H. Said Bahreisy jilid 1-8 PT. Bina Ilmu Surabaya 2002
 

3 komentar: