MAKALAH
HIJRAH DALAM AL-QUR’AN
Diajakun Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Tafsir I
Oleh :
Basrul syaiful Amirullah
NPM :
15250002P
Program Studi :
Pendidikan Agama Islam
Fakultas Agama Islam
Universitas Muhammadiyah Metro
2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena rahmat dan
hidayah_Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Tidak lupa sholawat serta
salam penulis sampaikan kepada nabi Muhammad Sholallohu Alaihi Wassalam, beserta
keluarga dan para sahabat. Penulis menyelesaikan makalah ini untuk memenuhi
tugas mata kuliah Tafsir I. Dalam tugas ini, penulis mengangkat masalah Hijrah
Dalam Al-Quran.
Disini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1.
Dosen pembimbing mata kuliah
pengantar pendidikan
2.
Kedua orang tua penulis
3.
Teman-teman dan semua pihak
yang telah membantu sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini.
Harapan penulis, semoga makalah ini dapat berguna bagi semua pihak.
Penulis juga menyadari makalah ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan kritik dan saran agar dapat memperbaikinya.
Metro, Oktober 20015
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Sejarah
demi sejarah telah kita lalui, banyak kisah yang telah terlewatkan, namun
sedikit di antara kita yang menyadari, bahkan kadangkala tidak mengerti akan
esensi yang terkandung dalam sejarah yang pernah dilalui, padahal Allah tidak
menjadikan suatu peristiwa dengan sia-sia, namun ada dibalik itu ibrah
(pelajaran) yang patut diambil dan diingat untuk dijadikan barometer terhadap
kehidupan yang akan dijelang.
Sesungguhnya pada kisah-kisah
mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. Al Quran
itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab)
yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat
bagi kaum yang beriman. (Q.S Yusuf : 111)
Banyak
sejarah dan peristiwa yang telah digoreskan oleh nabi Muhammad Sholallohu ‘Alaihi
Wassalam sang panglima para nabi, penyeru kebaikan, pendobrak kebatilan dan
pembawa rahmat ke segala penjuru alam- sejak nabi Sholallohu ‘Alaihi Wassalam
dilahirkan dari rahim ibunya hingga selesai menunaikan tugasnya sebagai utusan
Allah dengan hasil terbentuknya komunitas yang beriman kepada Allah, bebas dari
kemusyrikan, kekufuran dan kemunafikan, komunitas yang selalu memberikan dan
memelihara keamanan, kesejahteraan dan ketenteraman, baik sesama muslim ataupun
terhadap non-muslim yang hidup di sekitar mereka.
Di
antara goresan sejarah yang sangat monumental dalam perjalanan hidup Rasulullah
saw adalah peristiwa hijrah Rasulullah saw dan sahabatnya dari kota Mekkah ke
kota Madinah. Dalam peristiwa tersebut tampak sosok manusia yang begitu kokoh
dalam memegang prinsip yang diyakini, tegar dalam mempertahankan aqidah, dan
gigih dalam memperjuangkan kebenaran. Sehingga sejarah pun dengan bangga
menorehkan tinta emasnya untuk mengenang sejarah tersebut agar dapat dijadikan
tolok ukur dalam pembangunan masyarakat madani dan rabbani, tegak di atas
kebaikan, tegas terhadap kekufuran dan lemah lembut terhadap sesama muslim.
B. Rumusan Masalah
Bagaimana
pandangan hijrah dalam Al-Quran?
C. Tujuan Pembahasan
Untuk mengetahui
bagaimana pandangan hijrah dalam Al-Quran.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Hijrah Dalam Al-Quran
1.
Pengertian Hijrah
Hijrah adalah menghindari atau menjauhi
diri dari sesuatu, baik dengan raga, lisan dan hati. Hijrah dengan raga berarti
pindah dari suatu tempat menuju tempat lain. hijrah dengan lisan berarti menjauhi
perkataan kotor dan keji. Hijrah dengan hati berarti menjauhi sesuatu tanpa
menampakkan perbuatan, Dan bisa juga berarti dengan semuanya.
Adapun makna hijrah itu sendiri
seperti yang terkandung dalam ayat-ayat Al-Qur’an adalah sebagai berikut:
1. Hijrah hati berarti mencela sesuatu
yang benar karena takabur, seperti firman Allah. “Dengan menyombongkan diri
terhadap Al-Qur’an itu dan mengucapkan perkataan-perkataan keji” (Q.S Al-Mu’minun:
67)
2. Hijrah berarti pindah dari suatu
tempat ke tempat yang lain guna mencari keselamatan diri dan mempertahankan
aqidah. Seperti firman Allah, “Barangsiapa yang berhijrah di jalan Allah
niscaya mereka mendapati di muka bumi ini tempat hijrah yang luas dan rezki
yang banyak”. (Q.S An-Nisa: 100)
3. Hijrah berarti pisah ranjang antara
suami dan istri, seperti firman Allah, “Dan pisahkanlah mereka dari tempat
tidur mereka” (Q.S An-Nisa: 34)
4. Hijrah berarti mengisolir diri,
seperti ucapan ayahnya Nabi Ibrahim kepada beliau, “Dan tinggalkanlah aku dalam
waktu yang lama”. (Q.S Maryam: 46)
2.
Hakikat Hijrah
Dari makna hijrah diatas dan melihat
perjalanan dakwah Rasulullah Sholallohu ‘Alaihi Wassalam seperti yang terekam
dalam ayat-ayat Al-Qur’an Al-Karim, dapat disimpulkan bahwa hakikat hijrah
terbagi pada dua bagian:
a. Mensucikan diri
Hijrah
dalam arti menjauhi kemaksiatan dan menyembah berhala, seperti dalam firman
Allah, “Dan perbuatan dosa, maka jauhilah” (Q.S Muddatstsir: 5) dan firman-Nya,
“Dan bersabarlah terhadap apa yang mereka ucapkan dan jauhilah mereka dengan
cara yang baik” (Q.S Muzammil: 10) Kedua ayat di atas turun di masa Rasulullah
saw memulai dakwah, pada saat itu nabi saw diperintahkan oleh Allah untuk
menjauhi diri dari perbuatan keji dan mungkar dan dari mengikuti perbuatan
syirik dan dosa seperti yang dilakukan oleh orang musyrik di kota Mekkah saat
itu. Sehingga dengan hijrah hati, perkataan dan perbuatan menjadi bersih dari
segala maksiat, dosa dan syirik.
Di
samping itu Allah juga memerintahkan kepada Beliau untuk bersabar terhadap
cacian, cercaan, makian, siksaan, intimidasi dan segala bentuk penolakan yang
bersifat halus dan kasar, dan berusaha untuk menghindar dari mereka dengan cara
yang baik. Cara ini pula yang diterapkan oleh Rasulullah dalam berdakwah kepada
para sahabatnya hingga pada akhirnya beliau berhasil mencetak generasi yang
berjiwa bersih, berhati suci, bahkan membentuk generasi yang ideal, bersih dari
kemusyrikan, kekufuran dan kemunafikan, kokoh dan tangguh, dan memiliki ikatan
ukhuwah islamiyah yang erat. Padahal sebelumnya mereka tidak mengenal Islam
bahkan takut terhadapnya, namun setelah mengenal Islam dan hijrah ke dalamnya,
justru menjadi pionir bagi tegaknya ajaran Islam. Kisah sang khalifah Umar bin
Khathab ra, menarik untuk kita simak; beliau di masa awal dakwah sebelum
memeluk Islam dikenal dengan julukan “penghulu para pelaku kejahatan”, namun
setelah hijrah beliau menjadi pemimpin umat yang disegani, tawadhu dan suka
menolong orang miskin, beliau menjadi tonggak bagi tegaknya ajaran Islam.
Begitupun
dengan kisah Khalid bin Walid, Abu Sofyan dan sahabat yang lainnya, menjadi
bukti kongkret akan perjalanan hijrah mereka dari kegelapan, kekufuran dan
kemaksiatan menuju cahaya Allah. Karena itu pula Rasulullah saw pernah
bersabda, “Sebaik-baik kalian di masa Jahiliyah, sebaik-baik kalian di masa
Islam, jika mereka mau memahami”.
Hijrah
secara umum artinya meninggalkan segala macam bentuk kemaksiatan dan
kemungkaran, baik dalam perasaan (hati), perkataan dan perbuatan. Hijrah ini
juga merupakan sunnah para nabi sebelum Rasulullah Sholallohu ‘Alaihi Wassalam
diutus, dimana Allah memerintahkan para utusannya untuk melakukan perbaikan
diri terlebih dahulu, seperti nabi Ibrahim, di saat beliau mencari kebenaran
hakiki dan menemukannya, beliau berkata kepada kaumnya, “Sesungguhnya saya akan
pergi menuju Tuhan saya, karena Dialah yang akan memberi hidayah kepada saya”.
Begitu pula dengan kisah nabi Luth saat beliau menyerukan iman kepada kaumnya,
walaupun kaumnya mendustakannya, dan bahkan mengecam dan mengancam akan
membunuhnya, namun beliau tetap dalam pendiriannya dan berkata, “Sesungguhnya
saya telah berhijrah menuju Tuhan saya, sesungguhnya Dialah yang Maha Perkasa
dan Bijaksana”. (Q.S Al-Ankabut: 26)
Hijrah
ini sangatlah berat, karena di samping harus memiliki kesabaran, juga dituntut
memiliki ketahanan ideologi dan keyakinan agar tidak mudah terbujuk rayuan dan
godaan dari kenikmatan dunia yang fana, dan memiliki ketangguhan diri dan tidak
mudah lentur saat mendapatkan cobaan dan siksaan yang setiap saat
menghadangnya, berusaha membedakan diri walaupun mereka hidup di tengah-tengah
mereka, karena ciri khas seorang muslim sejati “yakhtalitun walaakin
yatamayyazun” (bercampur baur namun memiliki ciri khas tersendiri/tidak
terkontaminasi).
Adapun
urgensi dari hijrah ini sangatlah besar, dimana suatu komunitas tidak akan
menjadi baik kalau setiap individu yang ada dalam komunitas tersebut telah
rusak, namun sebaliknya, baiknya suatu komunitas bergantung kepada individu itu
sendiri. Karena dalam rangka membentuk komunitas yang bersih, taat kepada Allah
dan syariat-syariat-Nya- pengkondisian sisi internal melalui pembersihan jiwa
dan raga dari segala kotoran, baik hissi (bathin) dan zhahiri (tampak)
merupakan hal yang sangat mendasar sekali sebelum melakukan perbaikan terhadap
sisi luar.
Demikianlah
hendaknya yang harus kita pahami akan makna dan hakikat hijrah, dimana krisis
multidimensi sudah begitu menggejala dalam tubuh umat Islam, dan diperparah
dengan terkikisnya norma-norma Islam dalam tubuh mereka, perlu adanya
pembenahan diri sedini mungkin, diawali dari diri sendiri, lalu setelah itu
anggota keluarga, lingkungan sekitar dan masyarakat luas.
b. Pindah Dari Suatu Tempat Ke Tempat
Yang Lain
Dalam
ayat-ayat yang berkenaan tentang hijrah banyak kita temukan bahwa mayoritas
dari pengertian hijrah adalah pindah dari suatu tempat ke tempat yang lainnya,
ataupun secara spesifik berarti pindah dari suatu tempat yang tidak memberikan
jaminan akan perkembangan dan keberlangsungan dakwah Islam serta menjalankan
syari’at Islam ke tempat yang memberikan keamanan, ketenangan dan kenyamanan
dalam menjalankan syariat Islam tersebut.
Namun
hijrah dalam artian pindah tempat tidak akan berjalan dan terealisir jika
hijrah dalam artian yang pertama belum terwujud. Karena bagaimana mungkin
seseorang atau kelompok sudi melakukan hijrah (pindah) dengan menempuh
perjalanan yang sangat jauh, meninggalkan keluarga, harta dan tempat tinggal ke
tempat yang sama sekali belum dikenal, tidak ada sanak famili dan harta
menjanjikan di sana kecuali dengan keimanan yang mantap dan keyakinan yang
matang terhadap Allah.
Dengan
berhasilnya hijrah yang pertama secara otomatis mereka pun siap melakukan
hijrah yang kedua, yang mana tujuannya adalah mempertahankan akidah walaupun
taruhannya adalah nyawa. Siap meninggalkan segala apa yang mereka miliki dan
cintai, siap berpisah dengan keluarga dan sanak famili, bahkan siap meninggalkan
tanah kelahiran mereka.
Salah
satu contoh kongkret yang dapat dijadikan ibrah adalah hijrahnya Suhaib bin
Sinan Ar-Rumi, seorang pemuda yang pada awalnya terkenal dengan lelaki yang
ganteng dan rupawan, kaya raya, namun karena akidah yang sudah melekat di
hatinya, beliau rela meninggalkan itu semua, karena orang kafir melarang beliau
berhijrah jika hartanya ikut dibawa, akhirnya dengan berbekal seadanya beliau
pun pergi melaksanakan hijrah, dan ketika Rasulullah saw mendengar kabar
tersebut, beliau pun bersabda sambil memuji apa yang dilakukan Suhaib,
“beruntunglah Suhaib, beruntunglah Suhaib!!”. Oleh karena beratnya perjalanan
hijrah Allah memposisikannya sebagai jihad yang besar dan mensejajarkannya dengan iman yang kokoh.
Kita bisa lihat dalam ayat-ayat Al-Qur’an, Allah menyebutkan kedudukan hijrah
ini dan ganjaran bagi mereka yang melakukan hijrah.
3.
Kedudukan Hijrah
Hijrah merupakan simbol akan iman
yang hakiki (manifsetasi iman sejati), bahwa seorang yang berhijrah berarti
telah mengikrarkan diri dengan beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, sedangkan
aplikasi dari keimanan tersebut adalah siap dan rela meninggalkan segala
sesuatu yang akan terjadi seperti hijrah demi mempertahankan akidah yang
diyakini. Karena hakikat iman itu sendiri adalah pengakuan melalui lisan,
dibenarkan dalam hati dan diaplikasikan dalam perbuatan, sedangkan hijrah di
sini merupakan salah satu dari wacana tersebut.
Hijrah merupakan ujian dan cobaan,
karena setiap orang yang hidup pasti akan mendapatkan suatu cobaan, terutama
bagi orang yang beriman, sebesar apa keimanan seseorang maka sebesar itu pula
cobaan, ujian dan fitnah yang akan dihadapi. Meninggalkan harta, keluarga,
sanak famili dan tanah air merupakan cobaan yang sangat berat, apalagi tempat
yang dituju masih mengambang, sangat tidak bisa dibayangkan akan kerasnya ujian
dan cobaan yang dihadapi saat manusia sudah mengikrarkan diri sebagai hamba
Allah. Hijrah sama derajatnya dengan jihad, karena hijrah merupakan salah satu
cara mempertahankan akidah dan kehormatan diri maka Allah SWT mensejajarkannya
dengan jihad dijalan-Nya yang tentunya
ganjarannya pun akan sama dengan jihad.
4.
Ganjaran Orang yang Berhijrah
Adapun ganjaran bagi orang yang
melakukan hijrah karena Allah, maka bagi mereka ganjaran yang berlimpah dan
tempat serta derajat yang tinggi di sisi Allah, hal ini bisa kita lihat dalam
firman Allah yang berkenaan tentang ganjaran bagi orang berhijrah sebagai
berikut:
·
Rezki yang berlimpah di dunia (Q.S An-Nisa: 100) (Q.S Al-Anfal:
79)
·
Kesalahan dihapus dan dosa diampuni (Q.S Ali Imran: 195)
·
Derajatnya ditinggikan oleh Allah (Q.S At-Taubah: 20)
·
Kemenangan yang besar (Q.S At-Taubah: 20, 100)
·
Tempat kembalinya adalah surga (Q.S At-Taubah: 20-22)
·
Mendapatkan ridha dari Allah (Q.S At-Taubah: 100)
Kalau kita lihat dari kenikmatan
yang diberikan oleh Allah SWT kepada mereka yang mau mengorbankan diri dalam
mempertahankan keimanan, mungkin tidak sebanding, karena begitu banyaknya
kenikmatan yang diberikan, kenikmatan di dunia berupa rezki yang berlimpah,
kelapangan tempat tinggal, dan kenikmatan akhirat, dosa-dosa diampuni, derajat
yang tinggi di sisi Allah, dan mendapatkan kemenangan yang besar serta surga
yang luasnya seluas antara langit dan bumi sebagai tempat kembali yang kekal,
namun yang lebih utama dari semua janji tersebut adalah mendapatkan ridha dari
Allah, sehingga dengan ridha Allah dimana dan ke manapun orang yang diridhai
itu berada dan pergi maka Allah akan selalu berada di sisinya, kehidupannya
akan terjamin, dan yang lebih utama mendapat kenikmatan yang besar yaitu dapat
melihat Allah di akhirat kelak.
BAB II
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari penjelasan diatas dapat ditarik
kesimpulan bahwa hijrah dalam Al-Qura’an adalah :
1. Hijrah hati berarti mencela sesuatu
yang benar karena takabur
2. Hijrah berarti pindah dari suatu
tempat ke tempat yang lain guna mencari keselamatan diri dan mempertahankan
aqidah.
3. Hijrah berarti pisah ranjang antara
suami dan istri
4. Hijrah berarti mengisolir diri.
B.
Saran
Barangsiapa berhijrah di jalan Allah,
niscaya mereka mendapati di muka bumi ini tempat hijrah yang Luas dan rezki
yang banyak. Barangsiapa keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah kepada
Allah dan Rasul-Nya, kemudian kematian menimpanya (sebelum sampai ke tempat
yang dituju), Maka sungguh telah tetap pahalanya di sisi Allah. dan adalah
Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Q.S Anissa : 100)
DAFTAR PUSTAKA
http://www.dakwatuna.com/2007/01/22/72/hijrah-titik-awal-pembangunan-masyarakat-islam/#ixzz3pd8oN9Et. (diambil hari ahad 25 oktober 2015
pukul 07:15 wib)
http://belajarislam.com/2011/11/hijrah-hakikat-dan-aplikasinya-dalam-kehidupan-seorang-muslim/#sthash.8g15Y9LM.dpuf. (diambil hari ahad 25 oktober 2015
pukul 07:15 wib)
Terjemah Singkat Tafsir Ibnu Katsier alih bahasa H. Salim Bahresy dan H.
Said Bahreisy jilid 1-8 PT. Bina Ilmu Surabaya 2002
izin copy, terima kasih
BalasHapusizn copy gan
BalasHapusizin copy
BalasHapus